Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengklarifikasi masalah transaksi mencurigakan Rp300 triliun yang diduga terkait dengan Kementerian yang dia pimpin. Berikut ini pernyataan lengkapnya:
“Pertama saya ingin menyampaikan bahwa selama ini, kami Kementerian Keuangan dengan PPATK dan Pak Menko sebagai Ketua Tim, kita bekerja dan memiliki komitmen yang sama untuk memerangi dan memberantas tindak pidana pencucian uang maupun korupsi. Dan dengan adanya kerja sama yang baik ini lah kita akan terus menggunakan resources yang ada dalam memperkuat, termasuk dalam mencari data, mengklasifikasikan data untuk bisa melaksanakan, satu mencegah, kalaupun tidak bisa dicegah diberantas, adanya tindakan korupsi maupun tindak pidana pencucian uang.
“Saya ingin mengklasifikasikan karena berbagai informasi yang memang sudah sangat simpang siur. Satu, Pak Ivan sebagai Kepala PPATK mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan pada tanggal 7 Maret 2023. Surat dengan nomor SR2748/AT.01.01/III/2023, 7 Maret 2023. Surat dari Kepala PPATK ini berisi seluruh surat-surat PPATK kepada Kementerian Keuangan, terutama Inspektorat Jenderal dari periode 2009 hingga 2023. Ada 196 surat. Surat ini adalah tanpa ada nilai transaksi. Jadi, dalam hal ini hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama orang yang ditulis oleh PPATK, dan kemudian tindak lanjut dari Kementerian Keuangan.
“Terhadap surat tersebut—196 surat—Inspektorat Jenderal dan Kementerian Keuangan sudah melakukan semua langkah. Makanya ini dari mulai dulu, Gayus sampai dengan sekarang. Ada yang sudah kena sanksi, ada yang kena penjara, ada yang dalam hal ini diturunkan pangkat. Kita menggunakan PP Nomor 94 Tahun 2010 mengenai ASN.
“Kemudian muncul statement mengenai adanya surat PPATK di mana ada angka Rp300 triliun, kami belum menerima. Makanya, waktu hari Sabtu (11 Maret) saya dengan Pak Menko melakukan statement publik. Saya menyampaikan sampai dengan hari Sabtu yang lalu itu, kita belum menerima surat dari PPATK yang berisi angka.
“Pak Ivan baru mengirimkan surat tersebut pada tanggal 13 Maret. Waktu saya bersama Pak Menko menyampaikan di Kementerian Keuangan adalah pada 11 Maret, waktu itu kita belum menerima. Kami baru menerima surat kedua dari Kepala PPATK nomor SR/31/AP.01/III/23.
“Di dalam surat ini adalah, surat yang tadi 36 halaman nomor satu yang tidak ada angkanya, yang ini 46 halaman lampirannya, berisi rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi untuk Kementerian Keuangan 2009 sampai 2023. Lampirannya itu daftar surat yang ada disitu 300 surat, dengan nilai transaksi Rp349 triliun.
“Kami ingin sampaikan sebagai berikut. Satu, dari 300 surat tadi, 65 surat adalah berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada di dalamnya orang Kementerian Keuangan. Jadi, ini transaksi ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau badan atau orang lain. Namun, karena menyangkut tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, terutama menyangkut ekspor impor, maka kemudian dia dikirimkan oleh PPATK kepada kami. 65 surat itu nilainya Rp253 triliun.
“Artinya, PPATK menengarai adanya transaksi di dalam perekonomian, entah itu perdagangan, entah itu pergantian properti yang ditengarai mencurigakan, dan itu kemudian dikirim ke Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa mem-follow up, menindaklanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi kita.
“99 surat dari 300 surat tadi ya adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dan nilai transaksinya Rp74 triliun. Jadi, dalam hal ini aparat penegak hukum. Sedangkan ada 135 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil karena yang tadi 253 plus 74 itu sudah lebih dari Rp300 triliun.
“Jadi, saya akan memberikan satu contoh supaya media sedikit memahami yang tadi disampaikan oleh Pak Menko secara baik, mengenai definisi pencucian uang dan yang disebut transaksi mencurigakan. Satu surat yang sangat menonjol dari PPATK ini adalah surat nomor 205/PR/012020 dikirimkan pada bulan Mei, 19 Mei 2020, pas tengah-tengah Covid kita.
“Satu surat dari PPATK itu saja menyebutkan transaksi sebesar Rp189,273 triliun. Bayangkan, tadi totalnya Rp 340 triliun dan ini satu surat saja Rp189,273 triliun. Tentu saja karena ini angkanya besar, langsung kita melakukan penyelidikan, dan saya minta seluruh Pajak, Bea Cukai untuk melihat surat tersebut, dan melihat dan meneliti apa yang menjadi data dan informasi. Disebutkan oleh PPATK ada 15 individu dan entitas, itu perusahaan dan nama orang, yang tersangkut Rp189,273 triliun tersebut.
“Ini adalah transaksi 2017 hingga 2019, sebelum pandemi. Ternyata, sesudah dilihat surat tersebut, satu faktanya, dari Bea Cukai yang menerima surat langsung dari PPATK by hand, melakukan penelitian terhadap nama-nama 15 entitas tersebut. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan, dan juga kegiatan money changer, dan kegiatan lainnya.
“Kemudian Bea Cukai melakukan seluruh penelitian terhadap 15 entitas itu, umpanya impor barang emas batangan Rp326 miliar tahun 2017, naik ke Rp5,6 Triliun, 2019 turun drastis ke Rp8 triliun. Ekspornya Rp4,7 triliun 2017, turun ke Rp3,5 triliun, dan 2019 turun ke Rp3,6 triliun. Dari transaksi itu kemudian dilakukan penelitian, dan kemudian dilakukan pembahasan bersama PPATK. Jadi ini kejadian tahun 2020, sudah ada follow up-nya, Bea Cukai yang menerima data langsung dari PPATK melakukan penelitian, bulan Mei mendapatkan surat, September dilakukan pembahasan bersama PPATK.





