Sampai hari ini, masih banyak masyarakat dan warga negara Indonesia yang gagal memahami sejarah 17 Agustus 1945. Tanggal ini dipahami sebagai Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Padahal, pada tanggal tersebut, NKRI belum terbentuk. Yang diproklamirkan kemerdekaannya oleh Sukarno dan Hatta adalah Bangsa Indonesia, bukan Negara Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri baru terbentuk pada 18 Agustus 1945—dengan disahkannya Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian, jelas dalam sejarah bahwa Republik Indonesia baru lahir sejak 18 Agustus 1945. Jelas juga dalam teks proklamasi yang dibacakannya, Sukarno mengatasnamakan Bangsa Indonesia, bukan Negara Indonesia.
Salah kaprah pemahaman ini sepertinya kadung menjadi kelumrahan nasional, baik dalam buku-buku sejarah, ucapan-ucapan di baliho, spanduk, meme digital, dan banyak lagi, yang umumnya memuat redaksi seperti: “Selamat HUT RI” atau “Dirgahayu Kemerdekaan RI”. Ucapan-ucapan ini membuktikan bahwa publik belum memahami kronologi perjuangan Bangsa Indonesia sampai tercapainya kemerdekaannya.
Berdasarkan catatan linimasa sejarah, sejak bangsa Portugis masuk ke wilayah Malaka pada 1511, yang kemudian dilanjutkan oleh VOC Belanda, sejak saat itulah terjadi penjajahan Bangsa Indonesia. Kemudian dilanjutkan masa penjajahan Jepang sejak 1942 – 17 Agustus 1945. Selama masa penjajahan tersebut, NKRI belum terbentuk. Artinya, yang mengalami penjajahan adalah Bangsa Indonesia, bukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Teks Proklamasi pun menyebutkan, “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”. Jelas yang merdeka adalah Bangsa Indonesia, bukan Negara Republik Indonesia, karena Republik Indonesia memang belum terbentuk. Teks Proklamasi itu ditandatangani, ”Atas Nama Bangsa Indonesia , Soekarno – Hatta” dan bukan “Atas nama Negara Republik Indonesia, Presiden Soekarno – Hatta”.
Kekeliruan pemahaman inilah yang sedang diupayakan perbaikannya oleh beberapa pihak. Salah satu pihak yang paling giat mengampanyekan pelurusan sejarah ini adalah Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, yang berpusat di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Menurut pengasuh pesantren sekaligus Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah, Kiai Moch. Muchtar Mu’thi, penggunaan istilah “Kemerdekaan Republik Indonesia” yang jamak digunakan masyarakat Indonesia menjerumuskan bangsa dan negara ini ke dalam dosa besar politik.
“Saya sudah meneliti, di berbagai sumber, Dokumentasi Republik 3 jilid lebih dari 1.000 halaman, tidak saya temukan. Dalam teks proklamasi, pembukaan UUD 45 tidak ada. Tidak ada dalilnya, sumber atau argumentasi yang menyebutkan‘Kemerdekaan Republik Indonesia’,” kata ulama yang akrab disapa Kiai Tar tersebut, dikutip Rabu, 16 Agustus 2023.