Refleksi Satu Abad NU (2-Habis): Harus Lebih Konkret dan Kurangi Proposal Kegiatan

Memasuki abad keduanya, Nahdlatul Ulama (NU) perlu lebih konkret mengejawantahkan gagasan-gagasannya dalam berpartisipasi membenahi negeri dan muka bumi. Dan yang paling penting: kebiasaan menyebar proposal kegiatan perlu dikurangi. NU abad kedua harus lebih mandiri.

Tema hari lahir NU ke-1 abadnya mengangkat tema Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru. Tema ini terilhami dan tafa’ulan dari hadits Kanjeng Nabi Saw., yang diriwayatkan Abu Daud: “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seseorang yang memperbaharui agamanya.”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “digdaya” berarti tidak “terkalahkan; sakti”. Dalam bahasa Sanskerta, kata “dig-“ merupakan bentuk terikat yang berarti “lebih” atau “mumpuni”. Artinya, lebih mumpuni kesaktian gerakan, peran, manfaat, dan sumbangsihnya bagi umat.

NU tak bisa digdaya kalau NU tidak sehat dan tidak kuat. NU harus sehat jam’iyah-nya, dengan menerapkan sistem menajemen oraganisasi modern yang bersifat terbuka, menerima kritik dan masukan, transformatif, adaptif, dinamis, bersifat probabilistik dan tidak deterministik, memperhatikan aspek multilevel dan multidimensi organisasi, bersifat multivariabel, dan menerapkan lima bagian proses sistem organisasi, yaitu: input, proses, output, feedback (timbal balik) dan lingkungan.

Bacaan Lainnya

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf, kedigdayaan yang dimaksud NU dalam tema harlah satu abadnya ini adalah kemampuan secara terencana, tertata, dan menyeimbangkan sesuatu yang bermakna bagi masyarakat. Menurut dia, selama ini NU baru sampai pada tahap berdaya saja. Berdaya berarti tetap bisa lanjut, survive. Maka, ke depannya NU perlu digdaya.

Arah digdaya NU pada era digital ini adalah melakukan konsolidasi dengan berbagai macam material NU, seperti lembaga pendidikan, pesantren, dan pusat. Harus ada arah yang jelas: NU mau ke mana? Mau menimbang apa? Kemudian, dengan memperhatikan konteks realitas yang dihadapinya, NU harus merumuskan strategi yang valid.

Sedangkan “kebangkitan baru” yang dimaksud dalam tema harlah tidak sama dengan “baru bangkit”. Namun, “kebangkitan” yang dimaksud adalah kebangkitan yang menunjukkan sebuah kebangkitan untuk lebih mengembangkan kontribusi menuju abad kedua secara Islam, yang bertujuan mengirimkan dan mewujudkan sasaran-sasaran yang ditentukan NU—wabilkhusus membangun strategi yang relevan dengan dominasi generasi. Sebab, secara demografis, generasi Z dan milenial melebihi angka 50 persen.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *