Program Minum Susu Prabowo-Gibran Bertentangan dengan Nawacita Jokowi?

Kampanye makan siang dan minum susu gratis pasangan Prabowo-Gibran. (Dok. SF)
JAKARTA—Pasangan calon (paslon)  nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menawarkan banyak program yang menurut mereka merupakan sebuah terobosan. Mulai hilirisasi tambang, hilirisasi digital, sampai memberikan makan siang dan susu gratis kepada pelajar di sekolah. Program terakhir, menurut pasangan ini, merupakan wujud dari keberpihakan mereka pada ekonomi kerakyatan.

Dua kali pemilihan Presiden yang lalu, Prabowo menawarkan program “Revolusi Putih”, yaitu menjadikan susu sebagai konsumsi rakyat Indonesia setiap hari untuk meningkat gizi mereka. Efektifkah program seperti ini?

Jika dibandingkan dengan program sejenis yang pernah diterapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam Nawacita, sepertinya ada indikasi bahwa program susu ini justru ‘bertentangan’ dengan program tersebut. Pasalnya, dalam Nawacita, Presiden Jokowi lebih menekankan konsumsi telur dan ikan untuk mengatasi stunting. Alasannya, Indonesia memiliki kekayaan alam biota laut dan unggas yang melimpah, sehingga tak memerlukan impor untuk memenuhi pasokan telur dan ikan.

Menurut data Direktur Perbibitan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda—saat menghadiri acara Puncak Peringatan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) ke XIII dan Work Egg Day (WED) 2023 di Halaman Kantor Bupati Blitar Provinsi Jawa Timur, Ahad, 15 Oktober 2023—komoditi unggas (daging dan telur ayam) merupakan bahan komoditas penting (bapokting). Juga merupakan sumber pangan hewani strategis untuk menekan angka stunting—yang menargetkan penurunan 14 persen pada 2024.

Kata Agung, komoditi unggas memberikan kontribusi 60 persen produk domestik bruto (PDB) peternakan dan 10 persen tenaga kerja nasional, dengan nilai ekonomi mencapai Rp700 Triliun.

Bacaan Lainnya

Agung menambahkan, selama kurun waktu tahun 2017-2022, produksi daging ayam ras tumbuh rata-rata 3,98 persen tiap tahun. Sementara kebutuhannya tumbuh rata-rata 2,77 persen per tahun. Produksi telur ayam ras, pada periode yang sama, juga tumbuh 5,19 persen tiap tahun, dengan pertumbuhan kebutuhan  2,78 persen. Potensi produksi telur ayam ras tahun 2023 secara kumulatif, kata Agung, mencapai 6,1 juta ton. Sednagkan kebutuhannya 5,8 juta ton. Sehingga ada neraca surplus 279 ribu ton atau 4,5 persen dari total hasil produksi.

“Surplus ini tentunya juga harus kita dorong agar dapat memenuhi kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia sebanyak 278 juta orang, di mana saat ini rata-rata konsumsi 21 kilogram per kapita atau 0,8 butir per hari. Hal inilah yang perlu kita dorong, agar masyarakat gemar makan daging dan telur ayam dimulai dari keluarga agar sehat dan cerdas,” tutur Agung kala itu.

Sebagai informasi, ayam dan telur adalah sumber protein yang memiliki kandungan asam amino esensial lebih lengkap dan harga terjangkau untuk masyarakat.

Sementara itu, produksi ikan Indonesia juga sangat melimpah. Berdasarkan data capaian indikator kinerja utama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2023, sampai triwulan III-2023, produksi perikanan mencapai 18,5 juta ton. Terdiri dari perikanan tangkap 5,76 juta ton dan perikanan budi daya sebesar 12,74 juta ton.

KKP juga mencatat, hingga Triwulan III atau Januari-September 2023, ekspor produk perikanan Indonesia mencapai USD4,1 miliar atau setara Rp64,3 triliun (dengan kurs Rp15.700/USD). Capaian ini setara 53 persen dari target yang ditetapkan tahun tersebut, yakni USD7,6 miliar. Sedangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan sebesar Rp1,1 triliun.

Menurut Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2023 terdapat 963,12 ton ikan hasil tangkapan laut yang dijual di tempat pelelangan ikan (TPI) seluruh Indonesia, dengan nilai total Rp5,63 triliun. Melimpah sekali produksi telur dan ikan di Indonesia.

Lalu, bagaimana dengan produksi susu? Rupanya, sebagaimana data yang ada, produksi susu segar dalam negeri (SSDN) rupanya masih jauh dari memuaskan. Hingga kini, Indonesia masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan susu masyarakat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *