Polri menyebut Perkap 4/2025 sebagai pedoman saat anggota menghadapi serangan. Namun, jaringan sipil menilai aturan ini melangkahi KUHAP dan HAM, membuka risiko pelemahan agenda reformasi.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Peraturan Kapolri Nomor 4/2025 tentang penindakan aksi penyerangan terhadap kepolisian. Aturan setebal 18 pasal ini ditegaskan sebagai protokol saat keselamatan personel, keluarga, dan lingkungan Polri yang terancam.
Polri mendefinisikan “penyerangan” sebagai tindakan agresif individu atau kelompok untuk melukai, merusak, atau menguasai fasilitas secara tidak sah. Sasarannya bisa markas, asrama, rumah dinas, kendaraan, fasilitas umum, hingga keluarga polisi.
“Perkap ini memberi pedoman jelas agar tindakan anggota tegas, terukur, dan sesuai hukum,” kata Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Erdi A. Chaniago, Selasa (30/9).
Substansi kunci tercantum pada Pasal 6, mulai dari peringatan, penangkapan, pemeriksaan atau penggeledahan, pengamanan barang bukti, hingga penggunaan senjata api. Polisi diberi kewenangan melepas tembakan pada pelaku pembakaran, penjarahan, penganiayaan, hingga pengeroyokan.
Pasal 14 menegaskan pelumpuhan dapat dilakukan dengan peluru karet maupun tajam.
Kritik Masyarakat Sipil
Organisasi masyarakat sipil menilai aturan ini bermasalah. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut pasal-pasalnya berpotensi melangkahi KUHAP, terutama soal penangkapan, penyitaan, dan penggeledahan.
“Seolah prosedur penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan diterabas,” ujar Wakil Ketua Advokasi YLBHI, Arif Maulana, Jumat (3/10). Ia juga menyoroti celah pada frasa “tindakan lain” yang rawan jadi justifikasi penyalahgunaan wewenang.
Kritik lain muncul pada klausul senjata api. Menurut YLBHI dan KontraS, Perkap ini berpotensi bertentangan dengan Perkap 1/2009 tentang penggunaan kekuatan dan Perkap 8/2009 tentang HAM. Catatan YLBHI menunjukkan 94 orang tewas akibat tembakan polisi dalam 35 kasus pada 2019–2024, sementara KontraS mencatat 40 korban jiwa sepanjang 2021–2022.
Tanggapan Kompolnas
Kompolnas menyarankan evaluasi. “Prioritas reformasi harus dijalankan dengan rencana aksi nyata. Kami sarankan Perkap dipertimbangkan dulu keberlakuannya saat ini,” kata Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim.





