JAKARTA—Awal Ramadhan tahun ini ‘dibuka’ dengan silang pendapat antara penceramah Miftah Maulana Habibburahman alias Gus Miftah dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI terkait aturan penggunaan pengeras suara luar pada masjid dan mushala saat Ramadhan. MIftah mengaku heran dengan adanya aturan tersebut, sedangkan Kemenag menganggap penceramah tersebut gagal paham.
Gus Miftah menyinggung aturan tersebut saat berceramah di Desa Bangsri, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Dalam video yang beredar, Gus Miftah mengaku heran kenapa ada imbauan dari Kemenag untuk tidak menggunakan pengeras suara luar saat tadarusan. Ia pun membandingkan aturan itu dengan acara dangdutan yang biasa digelar hingga pukul 12 malam dan 1 pagi. Menurutnya tidak ada yang melarang acara tersebut, berbeda dengan tadarusan yang dilarang menggunakan speaker.
Berikut ini video ceramah Gus Miftah yang dimaksud, yang diunggah akun Youtube Ewen Channel:
Menanggapi komentar MIftah, Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie menilai pencermah itu tak memahami aturan yang dimaksud, sehingga yang dia sampaikan tidak tepat.
“Gus Miftah tampak asbun (asal bunyi/bicara—red) dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat,” kata Anna Hasbie, dalam keterangannya dikutip Selasa (12/3/2024).
“Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya,” lanjut Ana Hasbie. “Kalau enggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah,” sambungnya.
Anna Hasbie pun menjelaskan, peraturan yang disinggung oleh Miftah tersebut diteribitkan oleh Kemenag RI pada 18 Februari 2022, dalam bentuk Surat Edaran (SE) Nomor SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Edaran ini dikeluarkan, menurut Ana, untuk mewujudkan ketentraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.