JAKARTA–Presiden Joko Widodo atau Jokowi berulangkali mengungkapkan adanya ancaman krisis pangan yang menghantui dunia—termasuk Indonesia—hingga tahun depan. Ancaman ini juga sudah diperingatkan oleh beberapa tokoh nasional. Pemerintah ‘jungkir balik’ untuk mengantisipasinya.
Untuk menghadapi ancaman ini, sejak tahun 2023 lalu Pemerintah Indonesia sampai harus ‘jungkir balik’ belanja besar-besaran demi membangun ketahanan pangan. Alokasi yang digelontorkan kas negara untuk masalah ini tercatat sebagai yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Untuk membendung ancaman krisis pangan Presiden Jokowi gencar memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan produksi pangan di dalam negeri. Juga menggiatkan produksi pangan substitusi impor dan keanekaragaman pangan lokal.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan bahwa realisasi belanja ketahanan pangan pada 2023 mencapai Rp112,7 triliun. Jumlah ini naik 26,9 persen dari belanja ketahanan pangan pada 2022, yang senilai Rp88,8 triliun.
“Kalau kita lihat dalam lima tahun terakhir (2018 – 2023), pada tahun 2023 (alokasi untuk ketahanan pangan) naik sangat signifikan, 26,9 persen” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN 2023 di kantornya, Rabu, 3 Januari 2023 lalu.
Menkeu menyebut anggaran 2023 naik signifikan karena–sebagaimana catatan Kementerian Keuangan— belanja ketahanan pangan sebenarnya tak pernah tembus di atas Rp100 triliun. Pada 2019 hanya Rp80,7 triliun; lalu pada 2020 turun menjadi Rp74,5 triliun; dan tahun 2021 naik lagi menjadi Rp 86 triliun.
Belanja ketahanan pangan itu, kata Sri Mulyani, untuk meningkatkan ketersediaan atau produktivitas, akses, dan kualitas pangan, baik pertanian maupun perikanan. Selain itu, belanja ini juga untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat serta melindungi petani maupun nelayan dari dampak El Nino atau cuaca ekstrem panas berkepanjangan.
Anggaran ketahanan pangan itu dibagi untuk beberapa pos. Ada alokasi untuk program budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan–seperti padi, jagung, bawang merah, dan tebu—seluas 706,5 ribu hektare dengan nilai Rp1,8 triliun.
Ada juga alokasi untuk bantuan alat atau mesin pertanian, berupa 20.306 traktor dan 2.775 cultivator, senilai Rp683 miliar. Juga alokasi untuk pembangunan bendungan baru dan lanjutan sebanyak 30 unit senilai Rp12,5 triliun, serta bantuan 118,6 juta benih ikan, udang, serta kepiting senilai Rp36 miliar.
Ada pula alokasi untuk bantuan 25,7 ribu ekor ternak senilai Rp 242,9 miliar, serta bantuan pangan pengendalian kerawanan dan kewaspadaan pangan dan gizi untuk 344,2 ribu orang dengan nilai Rp42 miliar.
Alokasi belanja terbesar ialah untuk penyaluran subsidi 6,1 juta ton pupuk senilai Rp42,1 triliun. Lalu, ada juga alokasi untuk bantuan pangan tahap I, berupa 635,8 juta kg beras, dan penyaluran beras stabilisasi pasokan harga pasar atau SPHP kuartal I-III 2023 sebanyak 797,4 juta kg beras, senilai Rp9,8 triliun.
Ada lagi alokasi dalam bentuk transfer ke daerah untuk penanganan jalan pertanian 502 km senilai Rp4,1 triliun; rehabilitasi jaringan irigasi 95.094 hektare senilai Rp1,5 triliun; sarana dan prasarana pertanian 2.780 unit senilai Rp653,3 miliar; dan untuk dana ketahanan pangan serta pertanian bagi 1.132 kelompok masyarakat senilai Rp292,7 miliar.
“Jadi ini kenaikan yang cukup tinggi 2023, untuk supaya masyarakat bertahan, baik karena guncangan alam maupun untuk perbaiki program-program di sektor pertanian,” tegas Sri Mulyani.