Kementerian Haji dan Umrah berencana merombak sistem kuota haji reguler. Jatah daerah antrean pendek akan dikurangi, lalu dialihkan ke wilayah dengan masa tunggu hingga 47 tahun.
Antrean panjang calon jemaah haji reguler di Indonesia membuat Kementerian Haji dan Umrah merancang perubahan besar dalam sistem pembagian kuota.
Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut pola lama sudah tak sesuai dengan aturan. “Selama ini pola lama (pembagian kuota haji reguler) tidak sesuai undang-undang,” kata Dahnil di Tangerang, Senin (29/9/).
Menurut Dahnil, kuota yang diterima Indonesia dari Arab Saudi berbentuk satu paket. Namun saat dibagi ke provinsi, kabupaten, dan kota, hasilnya timpang. “Ada wilayah yang masa tunggunya sampai 40 tahun lebih, ada juga yang belasan tahun saja. Dengan rata-rata antreannya nanti 25 atau 26 tahun,” ujarnya.
Dahnil mengakui kebijakan baru ini bakal menimbulkan pro dan kontra. Daerah dengan antrean pendek akan kehilangan sebagian kuota, sementara wilayah dengan antrean panjang mendapat tambahan jatah.
Ia menegaskan, sistem baru ini lebih adil, terutama dalam hal manfaat tabungan haji. “Selama ini daerah dengan antrean super panjang justru tidak mendapat porsi imbal hasil yang layak. Padahal logikanya, makin lama menunggu, makin besar manfaat yang semestinya diterima,” ucapnya.
Rencana pengaturan ulang antrean akan dibawa ke Komisi VIII DPR pada Selasa (30/9). “Kami akan rapat bersama DPR besok, sekaligus membahas persiapan haji 2026,” kata Dahnil.
Data Kementerian Agama mencatat, waktu tunggu terlama berada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, hingga 47 tahun. Masa tunggu terpendek di Kabupaten Maluku Barat Daya, 11 tahun. Sementara itu, di Aceh dan Jawa Timur antrean mencapai 34 tahun, di Kalimantan Selatan 38 tahun, dan di DKI Jakarta 28 tahun. ***\





