Kilas Balik Kasus E-KTP: Ketika Legislator, Pengusaha, dan Birokrat Kompak Bancakan Duit Rakyat

Kasus E-KTP mendadak mencuat lagi setelah mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku pernah diintervensi Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menghentikannya. Keterangan Agus berbuntut polemik. Lalu, bagaimana perjalanan kasus e-KTP itu sendiri?

Pada tahun 2009, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengajukan anggaran penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP). Salah satu komponennya adalah pembuatan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Proyek ini adalah program nasional yang dirancang untuk memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia. Pemerintah menargetkan pembuatan e-KTP selesai pada tahun 2013.

Namun, faktanya, proyek ini tidak pernah selesai dengan sempurna. Pasalnya, di tengah prosesnya, berlangsung kegiatan menggarong duit rakyat—duit yang digunakan untuk mengerjakan proyek tersebut.

Upaya merampok dana publik ini dimulai setelah rapat pembahasan anggaran pada Februari 2010. Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri ketika itu, Irman, dimintai sejumlah uang oleh Ketua Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu. Uang itu untuk ‘pelicin’, agar anggaran proyek e-KTP yang diajukan Kemendagri disetujui Komisi II DPR. Proyek e-KTP ini dibahas di Komisi II DPR karena komisi ini adalah mitra Kemendagri.

Bacaan Lainnya

Irman menyetujui permintaan tersebut. Dia menyatakan pemberian fee untuk anggota DPR akan diselesaikan oleh pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong. Irman sendiri bekerja sama dengan Andi, di mana dia berusaha agar perusahaan Andi dimenangkan dalam tender proyek e-KTP.

Andi dan Irman kemudian meminta bantuan Ketua Fraksi Golkar DPR RI waktu itu, Setya Novanto. Mereka berharap, pria yang beken dengan nama Setnov itu mendukung penentuan anggaran proyek ini. Setnov pun menyatakan akan mengoordinasikan dengan pimpinan fraksi lain untuk memuluskan pembahasan anggaran di Komisi II DPR.

Pertemuan pun dirancang. Beberapa nama disebut ikut dalam sejumlah pertemuan tersebut, termasuk Bendahara Umum Partai Demokrat waktu itu, Nazaruddin.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *