PORT-AU-PRINCE—Kondisi Haiti makin mencekam. Kekerasan geng yang terjadi telah menjerumuskan negara ini dalam kekacauan baru selama sepekan terakhir. Di tengah kekacauan tersebut, Perdana Menteri (PM) Ariel Henry dilaporkan mengundurkan diri.
Sejak kerusuhan berlangsung selama lebih dari sepekan, layanan publik di negeri itu hancur. Banyak orang mengungsi. Mayat-mayat berserakan di jalanan.
PM Ariel Henry pun, yang berada di luar negeri sejak kerusuhan terjadi, mengumumkan pengunduran dirinya. Menurut dia, pengunduran diri tersebut merupakan, “pengorbanan yang terlalu besar untuk tanah air”.
“Pemerintahan yang saya pimpin tidak bisa tetap tidak peka terhadap situasi ini,” kata Henry, dalam pidatonya, dikutip dari AFP, Rabu (13/3/2024).
Sementara itu, salah satu tokoh politik Haiti mengatakan, “Pemerintahannya menyetujui pembentukan dewan transisi presiden dan bahwa dia akan mengundurkan diri ketika dewan tersebut dilantik,” pada AFP.
Henry, yang awalnya tidak mau mundur dari jabatannya dan tidak mau menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu), disebut sebagai sumber dari kekacauan di Haiti. Geng-geng bersenjata yang mengacau itu menuntut agar Henry mundur. sebelumnya. Karena tuntutan itu tak langsung mendapatkan respons, mereka melancarkan serangkaian serangan ke kantor polisi, penjara, dan infrastruktur lain, terutama infrastruktur pemerintahan.
Henry sendiri berkuasa di Haiti sejak peristiwa pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021. Haiti sendiri sebenarnya memang tak pernah melakukan Pemilu baru sejak 2016.
Kekerasan geng-geng bersenjata merupakan hal lama yang terjadi di Haiti dan sudah “menjadi tradisi”. Kondisi ini membuat Haiti menjadi negara termiskin di Belahan Barat dunia.
Ketika kerusuhan pecah, Henry diketahui sedang berada di Nairobi, Kenya, untuk melobi penempatan polisi multinasional yang dipimpin Kenya. AFP menyebut serangan geng-geng bersenjata dilakukan secara terkoordinasi untuk menyingkirkan Henry. Karena kondisi tersebut, Kenya pun membatalkan pengiriman polisi ke sana.