Habermas: Hukum Harus Bisa Didiskusikan

Jürgen Habermas. - Geotimes
Filsuf Jerman Jürgen Habermas menegaskan, hukum bukan alat kekuasaan, tapi ruang percakapan. Tanpa dialog publik, hukum hanya sah di atas kertas tapi kosong secara moral.

Bagi filsuf Jerman, Jürgen Habermas, hukum bukan menara kekuasaan yang jauh dari rakyat, melainkan hasil dari percakapan bersama. Ia menulis, “Sebuah norma hanya sah jika semua yang terdampak bisa menerimanya melalui diskursus yang bebas.”

Hukum, baginya, baru punya makna jika lahir dari dialog yang jujur antara warga dan negara.

Pandangan ini melahirkan konsep demokrasi deliberatif — demokrasi yang tumbuh dari mutu percakapan, bukan sekadar jumlah suara. Habermas menolak hukum yang dibuat di ruang tertutup tanpa mendengar rakyat. 

“Demokrasi sehat bukan diukur dari seberapa sering rakyat memilih, tapi seberapa sering mereka didengar,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Cermin pemikiran Habermas terlihat di Indonesia hari ini. UU Cipta Kerja dan RKUHP disahkan dengan minim partisipasi publik, sementara kritik sering dibungkam lewat UU ITE. Dalam logika Habermas, ini tanda hukum kehilangan jantungnya: ruang komunikasi.

Ia mengingatkan, keadilan bukan hadiah dari negara, melainkan hasil keberanian rakyat berdialog. Ketika masyarakat mau bicara dan negara mau mendengar, di situlah hukum menemukan maknanya. 

Selengkapnya di sini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *