Sukarno mengklaim bahwa dirinya adalah keturunan Sultan Kediri. Kendati banyak perdebatan tentang pernyataannya itu, banyak bukti penelitian sejarah yang mengonfirmasi klaim tersebut.
“Bapakku adalah Keturunan Sultan Kerajaan Kediri,” kata Sukarno, sebagaimana tertuang dalam halaman 23 buku Penyambung Lidah Rakyat besutan Cindy Adams. Muncul beberapa perspektif sejarah terkait pernyataan tersebut. Ada yang berpandangan bahwa kalimat itu merujuk kepada ayah angkatnya di Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Raden Mas Soemosewojo. Pandangan lain menyebut kalimat itu diucapkan Sukarno untuk menangkis serangan Belanda yang memfitnahnya sebagai anak hasil perselingkuhan.
Menurut Dian Sukarno, penulis buku Trilogi Spiritualitas Bung Karno, Ndalem Pojok diwariskan oleh Patih Pakubuwono IX kepada RMP Soemohatmodjo; selanjutnya diwariskan kepada putra pertama Soemohatmodjo, RM Surati Soemosewojo—ayah angkat Bung Karno; kemudian diwariskan lagi kepada putra terakhir Soemosewojo, RM Sayid Soemodihardjo. Nama terakhir pernah menjadi kepala rumah tangga Istana Kepresiden di Gedung Agung di Yogyakarta ketika Sukarno menjadi Presiden RI.
Dian menyimpulkan, fakta sejarah inilah yang menjadi dasar pengakuan Sukarno bahwa dia adalah keturunan Sultan Kediri. Namun, menurut Dian, pernyataan itu bukan bermaksud menerangkan bahwa di Kediri ada kesultanan, dan Sukarno merupakan keturunan sultannya. Tetapi pernyataan tersebut merujuk ke Ndalem Pojok yang ada di Wates, Kediri, di mana Bung Karno pernah bermukim di bawah asuhan ayah angkatnya, RMP Soemoatmodjo, di rumah itu.
Kisah Bung Karno dan Soemosewojo di Situs Ndalem Pojok juga diakui oleh keluarga Bung Karno. Salah satu bentuk pengakuan itu adalah ketika keluarga besar Sukarno yang tergabung dalam Yayasan Bung Karno meresmikan Situs Ndalem Pojok sebagai Persada Sukarno Yayasan Bung Karno pada 28 Oktober 2015.