Gawat, Judi Online Kini Lebih Merusak Anak-Anak Ketimbang Narkoba!

JAKARTA — Gurita judi online mirip bom waktu, yang dampaknya pelan-pelan mengancam masa depan Indonesia. Pelaku bisnis ini tidak lagi menyasar orang tua, tapi sudah menjurus ke calon penerus bangsa dari generasi tanggung. Perusahaan judi online mempengaruhinya masuk lewat endorse ke live streamer game online, endors artis, dan iklan di internet.

Pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, seperti dilansir BBC Indonesia, mengatakan, pemerintah mesti menyeriusi persoalan ini. Pasalnya, target judi online bukan lagi orang dewasa, tetapi generasi muda. Jika dibiarkan, Pratama meyakini masa depan mereka bakal hancur.

Laporan terbaru Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online. Sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan di bawah Rp100.000.

Dokter spesialis anak, Kurniawan Satria Denta, mengungkapkan, selama berpraktik, dia banyak menangani kasus kecanduan game atau kesulitan belajar.

Tapi, kira-kira setahun terakhir, menurut ahli medis yang kerap disapa dr. Denta itu, gejalanya berubah. Orang tua anak-anak yang datang padanya rata-rata mengeluh hal yang sama: anak mereka lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, serta performa belajar terganggu.

Bacaan Lainnya

Secara umum, kata dr. Denta, indikasinya mengarah ke kecanduan game online. Namun, setelah ditelusuri, uang yang diberikan pada anak-anak itu bukan untuk membeli fitur game.

“Tapi benar-benar taruhan. Kalau menang dari judi slot, dapat duit. Jadi, secara psikologis, anak-anak ini dikasih duit jadi lebih terpacu,” ungkap Denta, dikutip Rabu (29/11)

“Jadi gimana caranya (anak-anak) ini dapat duit untuk bisa main judi? Bocah-bocah itu mengetahui judi slot dari streaming game di YouTube lantaran akses mereka terhadap internet tak pernah putus,” jelasnya.

Dari situ anak-anak mulai menggunakan uang saku pemberian orang tua – entah berupa tunai atau uang elektronik – untuk didepositkan. Berdasarkan pengakuan mereka, deposit slot atau pasang taruhan tak melulu pakai rekening bank.

Ada cara lain yang lebih gampang: beli atau berbagi pulsa dan mengirim via dompet atau uang elektronik dengan nominal Rp10.000. Kalau uangnya habis gara-gara kalah judi, perilaku mereka tak terkendali.

“Yang saya lihat ngamuk, banting-banting barang. Jadi lebih sensitif, bawaannya spaneng (stres) terus… misalnya disenggol sedikit meluap-luap,” kata Denta.

Sepanjang tahun ini, klinik KiDi spesialis anak di Pejaten, Jakarta Selatan, menangani hampir 50 anak kecanduan judi online. Dari yang awalnya remaja SMA dan SMP, tiga bulan terakhir justru anak-anak SD kelas 5 dan 6, yang kebanyakan dari keluarga menengah atas.

Di usia sekolah dasar, anak-anak belum bisa menalar dengan benar. Mereka tak bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Maka, ketika ditawarkan judi online yang mirip game, anak-anak itu tak tahu apa bahayanya. “Di sinilah persoalannya,” kata Denta.

Dalam jangka panjang kualitas hidup mereka akan makin terpuruk. Hal-hal buruk bisa terjadi kapan saja, katanya. Mulai dari tak ada gairah hidup, tak bisa fokus bekerja, bahkan terlilit utang.”Yang paling fatal bunuh diri,” ucap dokter Denta.

Dokter Denta menambahkan, anak-anak yang datang padanya terbilang beruntung. Sebab orangtua mereka punya kesadaran dan dana untuk berobat

Tetapi bagaimana dengan bocah-bocah yang ekonominya pas-pasan dan jauh dari akses kesehatan di tengah penetrasi digital sudah sangat masif? “Jangan sampai tinggal menunggu waktu semuanya kecanduan judi online, persoalan ini sudah krusial,” Denta memperingatkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *